KH Buya Syakur Yasin: Khalwat Memberi Efek Kecerdasan Spiritual (SQ)

KH Buya Syakur (tengah) memberi pembekalan di pembukaan Khalwat Ke-32 pada para santrinya, didampingi dua tamu istimewanya asal Malaysia dan Guru Besar Psikologi Undip, Semarang.
Dalam tekad yang kuat. Para santri peserta khalwat di Alas (Hutan) Sukatani, Kab.Indramayu, Jabar, mengikuti seluruh Rukun Khalwat yang diterapkan. Sejumlah panitia mengawal intens kekhusyukan mereka (peserta) penuh keakraban.

Menandai dimulai acara dengan satu seremoni pembukaan. Ratusan orang yang sudah menyemut di aula, Sabtu malam lalu, tak lama mereka terlarut acara pembukaan/pembekalan. Duduk lesehan di aula, di hadapan guru mereka, KH Buya Syakur.

Cukup menyita perhatian di pembukaan Khalwat ke-32/2023 dengan kehadiran tamu istimewa yang mendampingi Buya Syakur yakni, tokoh spiritual asal Malaysia, Tuan Guru H Shaari Mohd Yusof. Lalu, Guru Besar Fakultas Psikologi Undip Semarang, Prof Yohanis F La Kahija SPsi MSc.

Dalam kekhidmatan yang begitu dirasa, Buya Syakur memberi pembekalan di acara pembukaan. Di antaranya, catatan ia yang di kekinian khlawat makin diakrabi. Padahal dulu, saat dirinya mulai jalankan, sempat jadi bahan pertanyaan banyak orang. Bahkan itu datang dari kalangan kiayi.

Khlawat dianggap asing. Disebut-sebut tak ada ajarannya dalam agama Islam. “Saya ingin katakan bahwa tak ada orang-orang besar dalam perjalanan peradaban sampai kini, kecuali mereka datang dari khalwat (pertapaan),” ujar Buya Syakur.

Kemudian diterangkannya, pendekatan penguatan spiritual ini telah lama ditinggalkan. Padahal itu dilakukan para nabi. Seperti Kangjeng Nabi Muhammad berkhalwat mendapatkan wahyu di Gua Hira, nabi Ibrahim di padang pasir, Nabi Musa di Gunung Tursina, Nabi Khidir di Laut, Nabi Ilyas di Hutan.

Ada sosok orang besar lainnya juga yang disebut Buya Syakur yakni, figur Sidharta Gautami. Dia putra mahkota yang meninggalkan kerajaan, terdorong melakukan pencarian kebenaran. Ibadah spiritual (khalwat) dalam bahasa lain, tahannus, tadabbur, tafakur, melakukan kesendirian, perenungan.

Setelah ibadah penguatan spiritual itu ditinggalkan, yang ada saat ini di umat Islam, sambung kiayi ramah itu, ibadah sosial dan ritual. Namun, ibadah sosial juga dalam gema yang perlahan senyap. Yang cukup akrab adalah ibadah ritual/seremonial, seperti solat, ibadah haji.

Faktanya lagi, bayak orang rajin salatnya tapi medit. Lalu, berjamaahan rajin, bertengkar juga rajin. Naik haji/umroh tiap tahun, tapi anak yatim telantar, orang miskin dibiarkan. “Nah, siapapun kita, ibadah fokus ritual mengabaikan ibadah sosial, maka agamamu adalah bohong,” sebut Buya Syakur sambil merujuk kepada QS Alma’un.

Masih ungkap Buya Syakur, para santri diakrabkan dengan kegiatan penguatan spiritual itu, melakukan perenungan, penyendirian (khalwat) ini, akan memberi efek kecerdasar spiritual (spiritual quoteint/SQ).

Diterangkannya juga, tiap fokus peribadatan memberi efek/corak kecerdasan berbeda. Kalau hanya fokus ritual memberi efek kecerdasan intelejen (intelligence quoteint/IQ). Dan, Buya memberi jenjang ini setara kualifikasi strata satu (S1).

Fokus ibadah sosial, akan dapatkan kecerdasan emosional (emotional quoteint/EQ). Ini setara S2.

“Kalau Anda sudah tertarik bisa jalankan khalwat atau tahannus, ini sudah di jenjang S3. Dan, kalau sudah di kualifikasi ini tentunya Anda sudah melewati jenjang S1 dan S2,” bebernya disambut tepuk riuh yang hadir. gus
 

0 Komentar