Warga Cigalontang Ini Kerap Direpotkan Surutnya Air

 

Saat aliran air surut ke perkampungan lama, tak ada pilihan warga mesti turun mencari titik sendatan. Pengerjaan tak selamanya mudah. Ada kalanya terjadi longsor yang membuat putus saluran, kemudian harus membuat aliran baru. Menggali sisi bukit.

Warga sejumlah perkampungan beberapa desa di wilayah Kec.Cigalontang, Kab.Tasikmalaya ini, kerap direpotkan surutnya air. Suplai air melalui saluran irigasi yang mengalir ke perkampungan bersumber dari hulu di pegunungan sekitar, kerap terganggu lantaran saluran kurang mendapat perhatian.

Kondisi itu tepatnya dialami penduduk Kedusunan Mayangcinde, Cicurug, Tajurpanjang, wilayah Desa Sirnaraja. Kemudian aliran air ke sebagian perkampungan Desa Tenjonagara, Lengkongjaya dan Desa Jayapura. Sumber air dari lokasi blok Pangguyanganbadak, di areal pegunungan menjulang tepian wilayah barat Kec.Cigalontang.

Kebutuhan air untuk areal pertanian hingga konsumsi atau rumahtangga. Mengalir dari hulu sumbernya itu melalui Wahangan (sungai) Cibangun yang bermuar Irigasi Cikunten dan sebagaian menyuplai Sungai Ciwulan. Aliran seterusnya masuk ke perkampungan penduduk melalui selokan-selokan terbuka atau irigasi cacing.

Di perkampungan-perkampungan itu, warga masih menggunakan air yang masih terlihat bening, bersih, langsung dari selokan/irigasi terbuka, sejak untuk areal pertanian hingga kebutuhan konsumsi, mandi, atau kebutuhan dapur. Pilihan tersebut lantaran di daerah mereka tak memungkinkan membuat sumur gali. Umumnya berkontur tanah bebukitan.

Pengakuan seorang pengurus Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) “Mitra Bangsa” blok Cicurug Desa Sirnaraja, Endang, seringnya tersendat aliran air ke pemukiman akibat bentang panjang saluran dari hulu ke hilir yang kerap terkena urukan besar tanah atau longsor. Cukup panjang saluran irigasi dari hulu sampai ke perkampungan warga.

Perkiraannya, berkisar 3-4 km. Kondisi lingkungan yang terlintasi saluran irigasi kini tak selestari dulu. Berstruktur tanah gampang longsor atau uruk. Kurang tersentuh perhatian atau pemeliharaan.

Ungkapan senada disampaikan, Dayat, warga Kedusunan Mayangcinde. Sepengamatannya, dalam rentang 20 tahun terakhir, kondisi kelestarian lingkungan perlahan berubah. Seperti dengan pepohonan yang makin berkurang. Membuat struktur tanah labil. Gampang terjadi pergeseran tanah.

Endang dan Dayat menegaskan absennya perhatian pemerintah hingga setingkat pemerintahan desanya terhadap keberadaan saluran irigasi ke perkampungan warga, selain kebutuhan pelestarian lingkungan yang bisa jadi ancaman. Potret pegunungan perlahan gundul, mengisyaratkan tanah kering yang bisa mudah longsor.

“Sejak dulu, saluran-saluran irigasi dalam kondisi seadanya. Jarang ada pemeliharaan,” jelasnya. Mereka berharap pada pemerintah memerhatikan. Tak abai dengan perusakan yang perlahan mengancam dan memunculkan dampak. Apalagi dengan urusan suplai air kebutuhan dasar yang dapat mengganggu situasi sosial. red
 

0 Komentar