Suasana audiensi aktivis Tasik Progresif Society bersama DPRD Kota Tasikmalaya menyikapi persoalan bangunan ilegal dan alih fungsi lahan sawah. Selasa (23/9/25).
Tasikplus.com - Maraknya bangunan liar yang di area terlarang, hingga perumahan yang dibangun diatas Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), mementik kekesalan aktivis Tasik Progresif Society dengan mendatangi DPRD Kota Tasikmalaya, pada Selasa, 23 September 2025.
Koordinator Tasik Progresif Society, Dadi Abidarda, mempertanyakan kenapa Wali Kota Viman Alfarizi tidak tertarik dengan langkah Gubernur Jawa Barat yang sangat begitu peduli terhadap lingkungan, dengan tegas menertibkan bangunan yang berdiri di area terlarang.
Ia menyebut, salah satu pemicu banjir di Kota Tasikmalaya adalah ketidak profesionalan pemerintah kota dalam menentukan sebuah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pengelolaan tata bangunan sehingga berdampak seperti ini.
"Contohnya terkait dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang mengamanatkan harus menyisakan 40 persen dari luas tanah yang dibangun, hal itu untuk menjaga kelestarian alam, untuk menjaga dampak erosi banjir dan lainnya," kata Dadi.
Pihaknya juga menemukan banyak pengembang perumahan yang memaksakan membangun propertinya di lahan sawah yang dilindungi. Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika LSD dialih fungsikan, maka pihak developer harus mengganti lahan tersebut di area lainnya, dengan luas lahan dua kali lipat dari yang digunakan untuk perumahan.
"Jadi harus di ruslah. Pengembang harus memindahkan alih fungsi lahan ke tempat yang lain otomatis itu secara aturan bisa menjadi dua kali lipat dari lahan yang digunakan untuk membangun perumahan. Tapi faktanya tidak demikian," ujar Dadi.
Menurutnya, ini persoalan serius. Pembiaran terhadap pelanggaran-pelanggaran seperti ini disinyalir kuat adanya konspirasi antara pihak ketiga dengan pemerintah, sehingga terjadi pembiaran tanpa pengawasan.
Dadi juga menyayangkan lemahnya pengawasan yang dilakukan eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif, padahal sudah jelas terindikasi adanya pelanggaran administrasi, bahkan pelanggaran pidana.
"Pertemuan hari ini belum menemui titik temu, sebab yang hadir bukan para pemangku kebijakan. Kita minta dijadwal ulang, dan menekankan agar para pejabat Pemkot Tasik hadir langsung dalam pertemuan mendatang," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H Wahid SPd, menyebut bahwa pertemuan hari ini belum menemukan titik temu, karena para pejabat yang berkepentingan dalam persoalan ini diwakilkan oleh stafnya masing masing, sehingga tak bisa mengambil keputusan apapun.
"Rencananya akan dijadwal ulang, para pejabat Pemkot, mulai dari Wali Kota, Sekda dan para Kepala Dinas akan di undang supaya hadir pada pertemuan berikutnya," kata Wahid.
Para aktivis senior datang untuk mengkritisi maraknya bangunan ilegal diatas saluran dan di area sepadan sungai yang tetap dibiarkan berdiri, tanpa tindakan tegas pemerintah. Tak hanya itu, mereka juga menyikapi banyaknya perumahan yang dibangun di lahan sawah yang dilindungi.
"Agak sulit juga, kecuali lahan sawah tersebut dibeli oleh pemerintah. Rata rata sawah yang dijadikan lahan perumahan merupakan milik pribadi masyarakat. Jadi penggunaan lahan tergantung pemilik tanah," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, kaitan LSD, merupakan kebijakan pemerintah pusat, apakah kemudian harus diubah atau seperti apa, itu tergantung pusat. Pid
0Komentar