Kasus Stunting Kota Tasik Naik, Nurhayati Minta Pemangku Kepentingan Evaluasi Intervensi

Dalam kunjungannya mengisi kegiatan Promosi dan KIE Progam Percepatan Penurunan Stunting di Kota Tasikmalaya, Selasa (28/5/24, anggota Komisi IX DPR RI Hj Nurhayati Effendy (tengah), meminta kalangan pemangku kepentingan kembali mengevaluasi intervensi yang sudah dilakukan.
Tasikplus.com-Anggota Komisi IX DPR RI, Hj Nurhayati Effendy meminta segenap pemangku kepentingan di Kota Tasikmalaya, untuk terus bekerja keras menurunkan angka prevalensi stunting. Alasannya, prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya tak kunjung turun. Sebaliknya, jumlah kasus stunting cenderung naik.

“Berapa sih angka atau prevalensi stunting Indonesia secara keseluruhan? Angkanya hanya turun 0,1%, yaitu 21,5% (SSGI 2023). Ini jauh dari target pemerintah, yaitu 17% pada 2023, “ ungkap Nurhayati saat menjadi narasumber Promosi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Progam Percepatan Penurunan Stunting di Kota Tasikmalaya, Selasa (28/5/24).

Anggota parlemen ini juga sempat mengaku prihatin. “Kalau di Kota Tasikmalaya berapa prevalensi stunting-nya, naik atau turun? Saya sangat prihatin, ternyata prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya ini tidak turun, malah naik 4,7%, yaitu dari 22,4% pada 2022 menjadi 27,1% pada 2023,” sambung Nurhayati. Kelurahan Parakan Nyasag, Kecamatan Indihiang,

Dalam kunjungan yang persisnya ke wilayah Kelurahan Parakannyasag, Kecamatan Indihiang itu, Nurhayati menilai perlu sikap serius terhadap hasil survei. Para pihak harus melakukan telaah dan evaluasi. Apakah intervensi yang dilakukan sudah tepat atau belum. Termasuk di dalamnya upaya optimalisasi 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) bagi anak.

Stuntingm, bahasnya, merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Ini ditandai dengan panjang atau tinggi badannya di bawah standar. Kondisi ini sejatinya bisa dicegah selama periode 1000 HPK, yaitu dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan (280 hari) sampai dengan anak berusia dua tahun (720 hari).

Ada beberapa kemungkinan yang dianggap jadi pemicu kasus stunting baru. Pertama, banyak bayi yang baru lahir dengan berat badan rendah. Ada juga ibunya yang memiliki penyakit penyerta. Misal, saat kehamilan dia menderita diabetes ataupun penyakit lainnya, sehingga berpotensi menyebabkan berat badan bayi lahir rendah.

“Kalau jumlah stunting di Kelurahan Parakan Nyasag ini ada berapa?” tanyanya lagi, sembari ia angkat data dari Dinkes per 28 Mei 2024 ada 119 anak stunting dari data entry 716 balita, sehingga prevalensinya 16,62%.

“Nah ini ada perbedaan data yang saya dapat dari BKKBN per 13 Mei 2024 ada 163 anak stunting dari 1208 anak yang ditimbang dan diukur, dari total keseluruhan 1.277 anak, dengan prevalensi 13,49%. Kemudian saya dapat data dari Pak Lurah Parakannyasag, ada 111 anak, dengan 14,8% prevalensi stunting. Jadi beda-beda semua”, bebernya.

Ia pun pertanyakan, kenapa jadi berbeda-beda seperti itu? Apa indikator pengukurannya beda? Data itu seharusnya terintegrasi. “Perlu dikedepankan untuk menyamakan persepsi akan data, karena data akan terus update (seharusnya). Namun yang terpenting perlu diperhatikan adalah sinergitas antarlembaga dalam penurunan angka stunting bahwa negara hadir di tengah-tengah masyarakat,” pungkas Nurhayati. gus/rls
 

0 Komentar