Tasikplus.com-Menjadi kebijakan kantor pusatnya, melakukan alih media sertifikat. Aparatur Kantor ATR/BPN Kota Tasikmalaya, terus menyosialisasikan dan menyelaraskan penerapan sertifikat tanah elektronik dari semula berupa fisik untuk lahan-lahan tanah secara bertahap.
Menelusurinya berbekal catatan di luar, yang sementara tak terhindar ternyata kemungkinan adanya proses pelayanan hingga penerbitan sertifikat yang belum bisa cukup singkat, sehubungan proses validasi hingga entri data-data lahan di awal penerapan transformasi digitalisasi sertifikat itu.
Dan terkhusus, bagi mereka yang terlayani program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BTN) tahun 2024, akan mendapat bentuk sertifikat tanah elektronik.
“Saat ini kita gelar terus sosialisasi dan penerapan alih media penerbitan sertifikat elektronik, terutama kepada prioritas kalangan stakeholders yang turut menjadi bagian dalam pelayanan pertanahan”, aku Kasubag TU Kantor ATR/BPN Kota Tasikmalaya, Soni Achmad Sondjaja SH, dalam satu perbincangan, Kamis (25/7), di ruang kerjanya.
Kalangan institusi yang beririsan dengan pelayanan pertanahan ini halnya, lembaga perbankan, PPAT, para camat dan lurah. Sosialisasi membahas tentang apa itu atau seputar sertifikat elektronik dari semula analog.
Dijelaskan, penayangan sertifikat ini bukan saja berupa tampilan pdf, melainkan tentunya bisa dicetak ke bentuk lembar kertas, di dalamnya memuat barcode. Tentunya lagi bahasan dalam sosialisasi tentang prosedur penerbitan sertifikat tanah ini yang berbeda dengan sebelumnya.
Sambil berjalan, imbuh Soni, pengalihan model sertifikat baru ini dilakukan untuk permohonan-permohonan reguler penerbitan sertifikat tanah. Termasuk melayani yang balik nama atau roya.
Ikhwal adanya keterlambatan dalam penerbitan sertifikat ini dimungkinkan dalam tahapan-tahapan awal implementasi, menyangkut pekerjaan entri-entri data hingga validasi yang harus menarik histori data tanah ke belakang, sampai mendapati perbedaan kekurang-cocokan titik batas lahan.
Ada kalanya penuntasan validasi dan entri data dimulai dari lapangan tak cukup dengan pengerjaan di ruangan, mempertemukan para pemilik lahan di sekitar. Sampai perlunya kecocokan data lapangan dengan hasil pekerjaan pemotretan.
“Sekali ada kekurang-cocokan data yang dientrikan dalam pengerjaan by system digital di aplikasi Sitata itu, ya pengerjaan tak mencapai final, malah kita terdorong untuk kembali memulai pencocokan dari awal lagi”, imbuh Soni. gus
0 Komentar