Isu Stunting Masih Elitis


Tasikplus.com -
Satu dari sekian isu prioritas nasional pemerintah saat ini adalah dera stunting. Menjadi perhatian penting berkait risiko yang dapat ditimbulkan darinya bagi kelangsungan sumber daya manusia Indonesia. Secara nasional tercatat prevalensi stunting di angka 24%.

Apa itu stunting? Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang tak saja terlihat pada fisiknya tak normal, tapi ia terus memengaruhi perkembangan otaknya, akibat kekurangan gizi kronik dan infeksi berulang.

Kesungguhan pemerintah dalam tekad menekan angka penderita stunting, menarget turunkan ke 14% di 2024, hingga menghadirkan Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting (PPS). Perintah dan kerangka acuan intervensi yang harus dilakukan beberapa kelembagaan dalam pelaksanaan tekan stunting.

Pascakelarnya perpres di tahun 2021, dengan menekankan garapan kelembagaan kolaboratif, holistik, integratif, di tingkat pacu aksinya terlihat masih dalam gaung yang belum masif. BKKBN dalam amanah ini didaulat presiden menjadi ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) memang telah memulai aksi-aksi kegiatan sesuai kemampuan.

Seperti kegiatan dilancarkan Perwakilan BKKBN Jabar yang mendapat sambut sinergi bersama anggota Komisi IX DPRI. Pimpinan lembaga ini juga mencoba kolaboratif dengan Disdik dalam sasaran bina anak SMA/SMK. Plus merefleksikan sinergi dengan institusi TNI yang melahirkan program ibu asuh anak stunting.

Namun, dengan langkah-langkah itu masih menjadi PR di depan untuk dapat lebih “motah” gerakannya. Potretnya, gema aksi cegah stunting bak masih elitis. Masih banyak jadi bahasan di ruangan, di even-even seremonial. Tantangannya kelak ini akrab paham di berbagai kalangan masyarakat. Hingga sekarang masih belum cukup membumi.

Asing di akar rumput
Mencoba menelusurinya, stunting masih hening di level grassroot atau akar rumput. Pesan penting cegah serta kepahamannya masih di jaringan irisan institusional, jaringan TPPS. Perlu konsistensi debut selain waktu hingga setiap nalar masyarakat mengakrabinya. Catatan pentingnya, masih sangat menantikan aksi nyata kelembagaan-kelembagaan berunjuk. Kelembagaan yang jadi pengemban dalam TPPS.

Salah sasaran. Malah masih dengan cerita-cerita berlangsung, intervensi stimulasi yang tak membawa gaung cegah stunting jadi hebat mendesing. Misal, dengan program pemberian makanan tambahan berupa daging ayam karkas untuk keluarga berisiko yang seperti salah sasaran.

Satu keluarga di betulan Leuwidahu, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, misal, mengaku aneh tiba-tiba mendapat jatah pemberian daging ayam karkas. Pasangan keluarga ini sudah bercucu, beranak tiga yang bungsunya sudah duduk jenjang SMP. Soal bantuan, ia paham dengan PKH, dulu ada BLT, bansos beras, dan kini ke berupa uang.

“Saya tak tahu, tiba-tiba saja mendapat pembagian daging ayam karkas. Pas saya tanyakan ke pengurus lingkungan (ketua RT), jawabnya terima saja pak”, tutur Tommy (53). Penasarannya ia terus mencari tahu, lalu didapat keterangan bahwa daging ayam itu program pemberian makanan tambahan dalam rangka cegah stunting. Di rumahnya siapa berisiko stunting?

Di perkampungan yang sepi, Kp.Rancabnacet, Desa Margaluyu, Kec.Manonjaya, Kab.Tasikmalaya, Iin, seorang ketua RW yang sudah lama dipercaya dengan jabatan itu, ia juga tokoh di kampungnya, dalam satu obrolan mengaku masih asing dengan istilah stunting.

“Ada katanya warga sini juga yang dilibatkan jade kader cegah stunting. Tapi, sepi-sepi saja. Yang saya tahu di tingkat desa saja begitu apalagi ke ukuran saya di lingkungan, masih asing stunting”, ujarnya.

Senada, seorang tokoh muda di Desa/Kec.Karangnunggal, Tasik selatan, Saeful menyampaikan, dengan program cegah stunting ini masih ia lihat belum memasyarakat. Kegiatan-kegiatan seremoninya masih dalam titik sangat terbatas di tengah jumlah wilayah yang sangat banyak. Ia juga sebut, belum serius di aspek kebijakan nyata.

“Seukuran tingkat pemerintahan desa pun jika sudah menganggap penting, kan ada dana desa. Tapi ini masih jadi isu yang belum banyak dipahami. Masyarakat luas belum tahu apa definisi stunting, indikatornya apa. Bahkan ada juga yang mempersepsikan jika keluarganya terlabeli ini, itu sebagai aib”, bebernya. gus
 

0 Komentar