1 dari 4 Balita Mengalami Stunting

 

Siti Fathonah (dok.wartakencana.com)

Satu fokus garapan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), belakangan tengah cukup pacu, terhadap prevalensi angka anak terkena stunting. Angka sebarannya berdasar data tahun 2021 mencapai 24,4%. Perlu penanganan guna menekan bahkan mengentaskan potensi sebarannya.

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang serta stimulasi lingkungan yang kurang mendukung, ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar.

Stunting berdampak sangat buruk bagi masa depan anak-anak. Berdampak jangka panjang hingga lanjut usia. Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, tingkat prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4%. Artinya, satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting.

Anak stunting, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya, namun juga terganggu perkembangan otaknya. Tentu, ini akan sangat memengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.

Stunting sebenarnya bisa dicegah.

Penyuluh KB Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siti Fathonah mengatakan, saat ini ada sekitar 6 juta anak di Indonesia yang mengalami stunting.

Menurut Fatonah, kemiskinan bukan satu-satunya faktor penyebab stunting, namun hal yang lebih banyak menjadikan anak stunting akibat minimnya pengetahuan saat sebelum menikah, hamil dan pola asuh yang salah terhadap anak.

Fatonah mengatakan melalui edukasi dan sosialisasi kepada keluarga-keluarga yang terus dijalankan BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting maka masyarakat dapat terbuka pola pikirnya dan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan stunting.rls/red
 

0 Komentar