Penanganan sampah di Kabupaten Tasikmalaya masih menjadi
persoalan klasik yang tak kunjung tuntas. Sejauh ini, pemkab belum menjadikan
penanganan sampah sebagai prioritas garapan. Dari jumlah total produksi sampah
warga perhari, pemkab baru mampu melayani 13 persennya saja.
Kepala Bidang Pengurangan dan Penanganan Persampahan,
Pengelolaan Limbah B3, Pertamanan dan Pemakaman pada Dinas Lingkungan Hidup H
Endang Syahrudin ST MM saat ditemui di kantornya, Rabu (12/02) pekan lalu
menuturkan dengan segala keterbatasan yang ada, sampai saat ini kami belum bisa
optimal menangani persoalan sampah yang dihasilkan warga Kabupaten Tasikmalaya.
Selain karena armada pengangkut sampah yang masih jauh dari
kata ideal, prilaku warga dalam membuang sampah pun menjadi kendala tersendiri
dalam upaya penanganannya. Perlu peran serta semua pihak, agar persoalan sampah
ini dapat teratasi.
Berikut ulasan lengkap perbincangan Tasikplus dengan mantan Kepala Bidang Jasa Kontruksi, yang kini
menjadi salah satu pejabat di Dinas Lingkungan Hidup.
Berbicara soal layanan angkut sampah, saat ini berapa jumlah
armada yang ada, sudah sesuai kebutuhan, atau masih jauh dari ideal?
Sampai saat ini, kita baru punya sepuluh unit armada
pengangkut sampah, itu pun dua diantaranya sering mogok, jadi yang berfungsi
optimal hanya delapan unit saja. Jumlah tersebut masih jauh dari kata ideal,
total kebutuhan armada angkut sampah, minimal kita harus punya 40 unit.
Jika demikian, berarti layanan angkut sampah warga belum
optimal?
Betul, kami hanya baru bisa melayani 13% dari total produksi
sampah warga tiap harinya. Itu pun belum merata di 39 kecamatan, armada yang
ada pun, hanya beroperasi di tiga kecamatan, Singaparna, Ciawi, dan Manonjaya,
itu pun belum mampu melayani 100% produksi sampah warga tiap harinya. Maka
tidak heran, meski sudah diangkut oleh petugas, dibeberapa titik tumpukan
sampah tetap ada. Terlebih, kemampuan layanan angkut armada kita cukup
terbatas, salah satunya untuk wilayah Ciawi, petugas kita hanya mampu
mengangkut sampah satu rit saja, mengingat jarak ke lokasi Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah Nangkaleah cukup jauh.
Selain keterbatasan armada, kendala lain dalam penanganan
sampah di Kab. Tasik?
Sebetulnya tidak akan selesai dengan ketersediaan armada
saja, prilaku masyarakat dalam membuang
sampah juga harus diubah. Jadi persoalan sampah ini komplek, konsep
penanganannya harus benar-benar matang, salah satunya, bagaimana menggerakkan
komunitas peduli lingkungan yang ada di desa, guna mengedukasi masyarakat,
disoal penanganan sampah, bisa dengan cara dibakar, dipilah, atau didaur ulang
menjadi kompos, agar sampah yang diangkut oleh petugas itu, sampah yang sudah
tidak bisa di apa-apakan lagi. Selain itu, ada juga komunitas bergerak
mengelola bank sampah, namun beberapa diantaranya tak berlangsung lama,
terpaksa harus tutup, karena tak mampu menutupi biaya operasional. Catatannya,
bagi siapapun yang ingin mengelola bank sampah, ia harus benar benar pejuang
lingkungan, jangan berpikir profit, kalau yang motifnya ekonomi, jangan harap
mendapat untung lebih, yang ada hanya akan terkuras oleh kebutuhan Opersional,
biayanya cukup besar.
Tadi teratensi soal keberadaan komunitas peduli lingkungan,
saat ini ada berapa jumlahnya?
Detailnya kita belum punya, saat ini pun kita tengah mendata
jumlah komitas pejuang lingkungan yang ada di Kabupaten Tasik, rencana kedepan,
akan kita satukan dalam sebuah forum, supaya lebih sinergi.
Terakhir, harapan
untuk semua pihak, terkait penanganan lingkungan di kab tasik?
Penanganan lingkungan harus menjadi perhatian prioritas
semua pihak, terlebih kita semua sebagai penghasil dampak lingkungan, jadi tidak hanya tanggungjawab pemerintah
saja, semua ikut terlibat, turut memikirkan, mendukung program percepatan
penanganan lingkungan, jika semua bergerak, tidak akan berat dalam menangani
persoalan ini. Pid
0 Komentar