Dalam area kerja UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) WS
(Wilayah Sungai) Cilaki-Ciwulan Tasikmalaya, Dinas PSDA Jabar, dikabarkan
secara sporadis area pemukiman warga terkena banjir serta lahan terkena
longsor. Dampak kejadiannya dirasakan panjang.
Seperti luapan air Sungai Cikidang menggenangi kawasan
utara pantai Pangandaran. Sungai Tonjong meluap menimbulkan banjir di pusat
kota Kec.Parigi, Pangandaran. Yang tak kalah mengejutkan bancana banjir dan
longsor di selatan Tasikmalaya, hingga membawa korban nyawa di samping banyak titik
terendam.
Terlaporkan ada enam warga meninggal di wilayah selatan
Kab.Tasikmalaya. Bahkan, bentang jembatan panjang dan lebar di ruas jalan
nasional, di Kec.Cipatujah, hingga ambruk, bersamaan datangnya banjir bandang,
Senin (5/11) malam.
Ada kalangan mengaitkan merebaknya banjir dan longsor terkorelasi dengan tatanan lingkungan atau struktur alam yang sudah berubah,
rusak. Hutan-hutan gundul, kurang pepohonan, membuat arus air langsung
mengalir, tak tertahan meresap di tanah layaknya area yang berpepohonan.
Kepala UPTD WS Ciwulan-Cilaki Tasikmalaya, Dikky Ahmad
Sidik, dalam keyakinan ikhwal pemicu merebaknya banjir-longsor di wilayah
kerjanya, berkaitan dengan intensitas hujan yang turun tinggi. Bercurah hujan
lebat dan berlangsung lama.
Kejadian banjir bandang hingga longsor di selatan
Tasikmalaya, Senin (5/11) malam, yang kemudian merenggut nyawa enam orang, kata
dia, sebelumnya turun hujan sangat lebat. Intensitasnya lebih dari biasa atau jauh
dari angka curah hujan normal.
Jika BMKG menetapkan, hujan bercurah turun 50 mm
(milimeter) saja sudah terkategori lebat. Hujan normal dalam curah 30-35 mm.
Yang ia catat, ketika efeknya banjir merebak di selatan Tasik, pada Senin malam
lalu itu, kondisinya bercurah hujan mencapai 493 mm. Malah, pada titik lain di
sekitarnya sampai 500 mm.
Menyoal hujan deras ini seterusnya, beber dia, data di
Balai Bendungan, pun ada curah periode 100 tahunan yang angkanya itu sampai 400
mm. “Yang kejadian kemarin 493, jadi tinggal menghitungnya saja. Ini soal curah
hujan ekstrim, belum lagi saat peristiwa itu hujan turun berwaktu 12 jam,” ungkapnya, Kamis lalu.
Di soal mengukur curah hujan ini, kantornya memiliki alat
pengukur. Ia pun memonitor turunnya hujan dalam wilayah kerja dengan satu
aplikasi yang terlaporkan instan. Lainnya, seperti dengan kejadian meluapnya
Sungai Cikidang di Pangandaran, data curah hujan yang ia pegang hingga 500 mm.
“Jadi, keyakinan saya ini dipicu soal curah hujan ini. Bisa
dibayangkan kan, hujan turun dengan sangat lebat. Kemudian meluap dari sungai
ke pemukiman. Pada kondisi lain, setelah lama kemarau, saat hujan turun
otomatis membawa bagian permukaan tanah yang kering. Air tak banyak tertahan
atau meresap. Pada kondisi lainnya, banjir terpicu kondisi sungai yang sudah
mendangkal oleh sedimentasi, seperti temuan untuk Sungai Cikidang, Pangandaran,”
bebernya.
Opsi penanganan ini dalam kewenangannya yang
dimungkinkan, antara lain dengan pengerukan material dalam sungai-sungai.
Material berasal abrasi tanah. Malah yang ia dapati di Sungai Cikidang,
Pangandaran, endapan dalam sungai yang cukup meninggi itu asal pasir laut yang
terbawa saat air laut pasang. gus
0 Komentar